Tindakan bilas vagina (vagina douching) telah dikenal sejak lama sebagai suatu cara untuk memberishkan vagina dan daerah sekitarnya.
banyak kaum wanita melakukan bilas vagina terutamam setelah menstruasi atau setelah berhubungan seksual dengan tujuan menjaga kebersihan. namun, tidak sedikit yang melakukannya untuk mencegah atau mengobati infeksi vagina.Di Indonesia, umumnya bilas vagina kerap dilakukan setelah buang air kecil denga air, atau air dan sabun umunya dilakukan untuk memberishkan alat kelamin. Tindakan tersebut dilakukan hanya untuk memberishkan bagian luar alat kelamin perempuan, tanpa memasukkan cairan ke liang vagina. Tumbuhan tradisional Indonesia seperti daun sirih banyak digunakan sebagai bilas vagina setelah melahirkan. pencucian vagina dapat dilakukan dengan cairan pencuci vagina alami seperti air rebusan daun sirih, air kapur dan air kunyit. Selain itu bisa digunakan cairan yang mengandung zat asam, bakteriostatik, antimikrobal, dan surfaktan lemah dengan berbagai kombinasi.
Bahan ini biasanya tersedia dalam bentuk kemasan praktis berupa produk-produk vaginal douching yang dapat diperoleh dengan mudah. Bilas vagina telah menjadi kebiasan di masyarakat untuk tujuan berbeda-beda. Ada yang bertujuan untuk mebuat vagina lebih kering sehingga lebih nyaman, ataupun untuk menghilangkan keputihan. Awalnya pencucian vagina bertujuan mecegah infeksi dan menjaga keerishan. Tetapi, tindakan ini dapat mengubah mikroflora vagina sehingga kuman patogen berkembang biak. Flora normal vagina berada dalam keadaan stabil, namun sangat rentan berubah pada keadaan tertentu. Lactobacillus adalah flora yang dominan menempati lingkungan vagina dan memproduksi asam laktat kadar tinggi untuk mempertahankan suasana asam.
Keasaman ini merupakan karakteristik cairan vagina nromal dan hal ini diperlukan untuk mencegah pertumbuhan kuman patogen. Selain dari cairan vagina, perubahan PH yang bervariasi sesuai usia juga diperngaruhi keadaan hormonal. Produksi hormon estrogen pada wanita subur, meningkatkan kandungan glikogen sel epithel yang dimetabolisme mikroba flora vagina menjadi glukosa dan prduk akhrinya berupa asam laktat.
Flora normal vagina dan sel epitel membentuk mekanisme pertahana alami terhadap infeksi. Meskipun vagina normal memiliki pertahanan alamai yang tangguh, lingkungan liang vagina tetap rentan terhadap banyak faktor luar tubuh. kotoran dari anus, pemakaian antibiotika, dan aktifitas seksual dapat menaikkan pH vagina akibat sperma serta pencucian vagina tidak benar. pada prinsipnya pencucian vagina dapat sebagai salah satu terapi nonmedikamentosa yang disarankan pada penderita vaginitis. namun cairan pencucia vagina merupakan salah satu premodifikasi pH vagina namun dalam pemakian terbatas. Bahan bilas vagina mengandung berbagai macam zat kimia yang mempunyai efek dalam pemakaianya. Tindakana bilas vagina dengan larutan asama asetat 0,25% dan 1% dapat digunakan untuk mengobati infeksi yandisebabkan candida dan trichomonas vaginalis. Namun zat ini dapat menimbulkan efek samping iritasi kulit. lain halnya dengan asam laktat, senyawa ini lebih sukar menguap dibandingkan asam asetat. Umumnya larutan ini lebih banyak digunakan sebagai antiseptik ringa. Berdasarkan penelitian, pemakain antiseptik vagina menyebabkan perubahan flora normal vagina. Senyawa kimia lainnya seperti yodium povidon dapat ditemukan pada cairan pencuci vagina dalam bentuk vaginal douche.
Para peniliti menemukan pengaruh senyawa tersebut terhadap penurunan sejumlah besar kuman aerob dan anaerob. Namun penggunaan bahan yang mengandung yodium untuk bilas vagina dapat juga menurunkan insiden Gonnorhea secara bermakna. Lain lagi dengan ramuan tradisional yang juga banyak dipakai, antara lain daun sirih yang direbus bersama kunyit. Selain itu, temulawak dapat juga digunakan untuk mencuci vagina atau membersihkan vagina pada masa nifas, keputihan, pada masa haid, ataupun setelah melakukan hubungan seksual. Pencucian vagina dapat bermanfaat apabila dilakukan sesuai indikasi. namun jika sampai mengubah kondisi alamiah flora vagina maka besar kemungkinan akan timbul infeksi vagina seperti vaginitis candida, vaginosis bakterialis, dan trikomoniasis vagina. Vaginitis candida sebagai vaginitis jamur sering disebabkan candidia albicans dan candidia glabrata. Pada 15% - 30% kondisi asimtomatik jamur ini sebenarnya merupakan flora normal yang terdapat dalam kadar ynag sangat rendah untuk mencegah infeksi. Namun, jamur akan berproliferasi pada respon sensitivitas akibat alergen seperti semen pria, spermiside, cairan pencuci vagina, penggunaan antibiotika, atau bahkan infeksi jamur candida itu sendiri.
Pada vaginosis bakterialis, kondisi flora normal vagina berubah dari yang seharusnya didominasi oleh lactobacillus, menjadi kuman-kuman anerob. hal ini diperkirakan akibat pencucian bagian dengan antiseptik. Seddangkan trichonoiasis vagina disebabkan multifaktor, namun faktor utamanya adalah pasangan yang berganti-ganti. Beberapap penelitian menghubungkan tindakan bilas vagina dengan penyakit akibat hubungan seksual dan komplikasi vaginitis seperti penyakit radang panggul dan kehamilan ektopik. Risiko terkena komplikasi tersebut semakin besar pada wanita yang sering melakukan bilas vagina menggunakan daun sirih atau bahan komersial lainnya dibandingkan bagi mereka yang jarang atau tidak pernah melakukannya. Hipotesa tentang mekanisme terjadinya penyakit radang panggul pada tindakan bilas vagina adalah perubahan lingkungan vagina sehingga kurang protektif terhadap organisme patogen. Di samping itu, tindakan bilas vagina dapat mendorong mitoorganisme di vagina dan serviks masuk ke kacum uteri. Penyakit radang panggul juga timbul akibat komplikasi serius dari PMS dan dapat menyebabkan kemandulan serta kehamilan di luar kandungan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar